Tanggal 28 Oktober ditetapkan sebagai Hari Sumpah Pemuda rupanya tak lepas dari peristiwa bersejarah lainnya yaitu gelaran Kongres Pemuda II yang merupakan kongres pergerakan pemuda Indonesia yang digelar di Batavia (Jakarta) pada 27-28 Oktober 1928.
Di balik perjuangan para pemuda pemudi saat itu, terdapat beberapa fakta unik seputar Hari Sumpah Pemuda yang patut kamu ketahui.
- Diikuti sekitar 700 peserta dari berbagai suku di Indonesia
Dilansir dari Kompas.com, Kongres Pemuda II yang menjadi cikal bakal Sumpah Pemuda diikuti oleh peserta yang jumlahnya mencapai 700 orang dari berbagai suku di Indonesia. Para peserta Kongres Pemuda II berasal dari berbagai organisasi pemuda yang ada pada waktu itu, di antaranya Jong Java, Jong Ambon, Jong Celebes, Jong Sumatranen Bond, Jong Islamieten Bond, Sekar Rukun, Perhimpunan Pelajar-pelajar Indonesia (PPPI), dan Pemuda Kaum Betawi. Namun dari sekian banyak peserta, tercatat hanya ada 6 pemudi yang ikut serta dalam peristiwa bersejarah ini.
- Awalnya tak disebut sebagai Sumpah Pemuda
Dilansir dari laman Tribun Manado, ikrar Sumpah Pemuda yang dibacakan dalam Kongres Pemuda II dirumuskan oleh Mohammad Yamin. Pada kongres tersebut, Yamin bertugas sebagai sekretaris sekaligus perumus tunggal dari naskah Sumpah Pemuda. Akan tetapi pada waktu itu, baik peristiwa maupun rumusan ikrar tersebut tak memiliki sebutan atau judul tertentu seperti yang kita kenal sekarang. Penyebutan istilah Sumpah Pemuda baru diberlakukan resmi sejak tahun 1959 dengan dikeluarkannya Keppres No. 316 Tahun 1959 tanggal 16 Desember 1959 yang menetapkan Hari Sumpah Pemuda sebagai Hari Nasional.
- Lagu Indonesia Raya diperdengarkan tanpa syair
Lagu kebangsaan Indonesia Raya memiliki kaitan erat dengan peristiwa Sumpah Pemuda karena pada hari itu lagu ini diperdengarkan untuk pertama kalinya di hadapan para peserta Kongres Pemuda II. Lagu ini diciptakan dan dibawakan oleh Wage Rudolf Supratman atau yang dikenal sebagai WR Supratman. Mengingat Kongres Pemuda II mendapat pengawasan ketat dari polisi Belanda, lagu ini akhirnya hanya dimainkan dengan instrumen biola tanpa menggunakan syair.
- Para peserta Kongres Pemuda II justru masih menggunakan bahasa Belanda
Dalam rumusan Sumpah Pemuda terdapat pernyataan untuk menjunjung bahasa persatuan, bahasa Indonesia. Akan tetapi, selama berlangsungnya Kongres Pemuda II ternyata penggunaan bahasa Belanda masih mendominasi. Misalnya, Siti Soendari yang turut menyampaikan pidatonya dalam kongres tersebut dalam bahasa Belanda. Tak hanya pembicara, para notulen rapat pun diketahui menulis catatan menggunakan bahasa Belanda. Meskipun demikian, ada pula yang mahir berbahasa Melayu, yakni sang perumus ikrar Sumpah Pemuda, Mohammad Yamin.
- Dijaga ketat polisi Belanda dan peserta dilarang mengucap kata merdeka
Kongres Pemuda II memang berhasil digelar, namun bukan berarti penyelenggaraannya tak mendapat halangan dari penjajah Belanda yang menguasai Indonesia pada masa itu. Dilansir laman Bobo.grid.id, acara Kongres Pemuda II ternyata berlangsung dengan penjagaan ketat dari para polisi Belanda. Tak hanya itu, para pemuda dilarang keras untuk mengucapkan kata merdeka. Meskipun begitu, para pemuda sangat cerdik untuk menyiasati keterbatasan tersebut. Buktinya, mereka mampu menyusun ikrar Sumpah Pemuda untuk menyatukan bangsa Indonesia tanpa perlu menyebut kata merdeka di dalamnya.
sumber: http://banjarmasin.tribunnews.com